![]() |
via : imdb |
Tidak perlu sebuah kemewahan untuk membuat film bagus. Cukup sebuah kesederhanaan dan dialog natural tanpa harus berbalas puisi. Film ini mengambil setting Jakarta, tepatnya pinggiran Jakarta di daerah kalangan menengah ke bawah. Kita disuguhkan pemandangan jalanan ibukota yang padat, suara kendaraan umum serta klakson yang berisik, kost-kostan di gang senggol dan ekspresi wajah penduduk Jakarta dalam menjalani hari-hari.
Tara Basro berperan sebagai Sari, terapis facial di salon yang suka menonton film. Setiap hari setelah pualng kerja dia mampir ke toko DVD bajakan untuk membeli DVD yang akan ditonton di kostnya. Impian Sari sangat sederhana. Dia hanya ingin punya Home Theater untuk nonton film. Sari tanpa sengaja bertemu dengan Alek, tukang buat subtitle DVD bajakan dengan hanya bermodalkan google translate. Dalam waktu singkat mereka saling jatuh cinta. Mereka memiliki dunia kecil sendiri di tengah hiruk pikuk Jakarta. Sari dan Alek menjalani kehidupan apa adanya tanpa ambisi hingga suatu saat, Sari menemukan sesuatu yang merubah hidup dia selamanya.
Tidak ada konflik yang kompleks atau plot twist yang mengagetkan seperti film Joko Anwar pada umumnya. Hanya ada dialog natural Sari dan Alek dan chemistry mereka yang bagus. Tara Basro sangat cantik dengan wajah dan kulitnya yang ekostis sementara Chicco Jerikho memiliki gaya rambut dan kumis layaknya emang-emang pinggiran. Detail kecil seperti itu membuat kita semakin akrab dengan suasana Jakarta. Kekuatan utama film ini adalah akting kedua pemerannya, dialog yang apa adanya dan teknik kamera yang mampu mewakili kehidupan masyarakat menengah ke bawah.
Jarang ada film Indonesia yang berani bereksperimen seperti ini. Sekarang film Indonesia hampir selalu mengambil setting para tokoh dari keluarga kaya dan syutting di luar negeri. Semoga ke depannya makin banyak film seperti ini
My Rating
80%
Comments
Post a Comment